FGD Pengentasan Joged Jaruh

Pengantar FGD

Pada Selasa, 1 November 2016 telah dilangsungkan sebuah Focus Group Discussion (FGD) atau Diskusi Kelompok Terpumpun bertemakan Kembalikan Jogedku di Ruang Pertemuan Monumen Bajra Sandhi, Renon, Denpasar dari pukul 09.00 sampai tengah hari. Peserta FGD terdiri dari kalangan budayawan, akademisi, birokrasi, aparat penegak hukum dan tokoh masyarakat dari seluruh Bali, berjumlah sekitar 40-50 orang.

Kesenian tradisional Bali yang kini sedang hangat dibicarakan adalah pajogedan. Kesenian tradisi ini memiliki ragam bentuk mulai dari bentuk joged ritual yang disakralkan seperti: Joged Dewa, Joged Pingitan, Gandrung, Andir, sampai pada bentuk joged sekular yang berfungsi sebagai rekreasi dan hiburan. Dari ragam tari pajogedan tersebut, Joged Bumbung dikenal sebagai tari tradisi yang hanya berfungsi sebagai hiburan. Tidak ada yang salah dengan tarian Joged Bumbung ini, namun perkembangannya yang mengarah ke pornoaksi dengan gerakan-gerakan tari di luar kebiasaan logika, etika dan estetika tarian Bali telah menodai harkat dan martabat kesenian Bali.

Penampilan joged jaruh (identik dengan joged seronokjoged tak pantasjoged buang) di YouTube sudah tidak terbendung karena diunggah oleh oknum tidak bertanggungjawab tanpa mempertimbangkan dampak negatif yang harus ditanggung kebudayaan Bali. Sudah tentu masyarakat Bali yang selalu menjunjung nilai-nilai adiluhung dalam berkesenian merasa dinistakan oleh tayangan video joged jaruh yang melampaui batas-batas kesantunan orang Bali. Tayangan jaruh, seronok, tidak beretika dan jauh dari keunggulan estetik jelas mencoreng citra kebudayaan Bali.

Pertanyaannya pantaskah kita menerima cemoohan atas perilaku segelintir orang yang menebar citra buruk bagi khazanah seni budaya kita.

Tak pelak berbagai kalangan pengamat, tokoh masyarakat, akademisi, birokrat, seniman budayawan, dan aparat penegak hukum mencurahkan rasa prihatinnya kepada perkembangan tarian joged jaruh yang sudah mewabah di media sosial berbasis internet.

Keprihatinan ini cukup beralasan karena terusiknya nilai-nilai luhur kesenian Bali. Parahnya para pelaku (penari/penabuh), penanggap, dan penonton kurang menyadari dampak negatif dan dampak sosial penyajian joged jaruh. Fenomena joged jaruh telah menodai dan menistakan tradisi kesenian, adat, dan budaya Bali. Fenomena ini menjadi viral di media sosial sehingga menimbulkan keresahan di masyarakat.

Dinas Kebudayaan Provinsi Bali sebagai institusi yang menangani masalah kebudayaan menerima banyak keluhan dari masyarakat baik yang disampaikan dengan pernyataan tertulis maupun pengaduan secara langsung. Dengan berkembangnya fenomena tersebut Dinas Kebudayaan Provinsi Bali bersama-sama dengan Majelis Pertimbangan dan Pembinaan Kebudayaan Bali (Listibiya), dan Aliansi Tokoh Masyarakat Bali (ATMB) merasa terpanggil dan didorong untuk menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema Kembalikan Jogedku.

Upaya ini diharapkan dapat menghasilkan deklarasi dan rencana aksi yang menyatukan aspirasi masyarakat Bali menghentikan perkembangan joged jaruh serta mendesak aparat kepolisian dengan kewenangannya melakukan penindakan kepada oknum maupun kelompok yang dianggap menodai nilai-nilai luhur tradisi dan budaya Bali.

Permasalahan

Masyarakat pada umumnya merasa risih dengan fenomena urakan yang berlangsung beberapa tahun belakangan ini. Mengapa fenomena ini berlanjut tanpa ada sensor normatif dari prajuru desa pakraman atau banjar. Sementara di pihak aparat penegak hukum tidak melakukan upaya represif karena tidak adanya delik aduan. Akankah situasi ini kita biarkan berlarut-larut sampai anak cucu kita menanggung dampak negatif asusila, amoral, disorientasi, dan tidak produktif bagi pembangunan akhlak manusia Bali. Para seniman juga tidak dapat menerima identitas tradisional dan simbol-simbol tradisi tarian joged digunakan untuk popularitas murahan. Perlu langkah konkret mengatasi permasalahan ini dengan menyatukan persepsi dari seluruh pemangku kepentingan dan pengampu kebijakan baik secara prefentif maupun represif untuk mengembalikan tatanan, tuntunan, tontonan, dan kembalikan jogedku.

Tujuan & Manfaat

  1. Meningkatkan peran masyarakat untuk bersama-sama mengatasi dan menghentikan penampilan dan penayangan joged jaruh.
  2. Menyadarkan para pelaku joged jaruh bahwa penyajian mereka telah menodai norma, moral dan etika kesenian tradisi di Bali.
  3. Merevitalisasi nilai-nilai logika, etika, dan estetika Joged Bumbung untuk diwariskan kepada generasi penerus.
  4. Meniadakan dan menyetop tayangan joged jaruh di media sosial seperti YouTube, Instagram, dan Facebook karena telah menodai citra kebudayaan Bali.
  5. Melalui deklarasi dan rencana aksi hasil FGD ke pihak-pihak yang berwenang mendesak aparat kepolisian untuk melakukan tindakan hukum atas pelanggaran norma-norma sosial dan nilai-nilai luhur seni tradisi di Bali.
  6. Dengan semangat dan kebersamaan Kembalikan Jogedku diharapkan dapat meningkatkan apresiasi masyarakat lokal, nasional maupun internasional terhadap keluhuran seni budaya Bali.

Pemakalah

  1. Makalah Tari Joged Bumbung Seronok oleh Prof. Dr.I Made Bandem, M.A.
  2. Makalah Meniadakan Joged Jaruh di Media Sosial oleh I Made Marlowe Makaradhwaja Bandem, B.Bus.

Moderator

 Dr. I Nyoman Astita, M.A.

Tim Perumus

  1. Dr. I Made Bandem, M.A.
  2. Drs. I Wayan Geriya.
  3. Dr. I Nyoman Astita, M.A.
  4. Ir. A.A. Putu Suryawan, MSc.
  5. Made Suryawan, M.M., CHA.
  6. I Made Marlowe Makaradhwaja Bandem, B.Bus.
Please share:
admin Written by:

Marlowe adalah penggiat kreatif yang telah terlibat dalam berbagai perhelatan seni dan budaya lokal maupun nasional. Ia adalah inisiator kampanye publik penandaan dan pelaporan konten joged tak pantas pada kanal-kanal YouTube, sebuah upaya pemajuan kebudayaan yang melibatkan partisipasi publik luas.

Be First to Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *