9 Tari Bali WBD-TB UNESCO

Joged adalah salah satu dari 9 (sembilan) tari Bali yang ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia Tak Benda UNESCO. Berikut adalah intisari dari Proses Pengusulan Sembilan Tari Tradisi Bali Sebagai Warisan Budaya Dunia Tak Benda UNESCO.

Di halaman ini, pembaca juga bisa menyimak rekaman video tari-tari tradisi tersebut yang dipersiapkan tim dokumentasi Dinas Kebudayaan Provinsi Bali.

Traditional Balinese dances provide participants with a solid cultural identity grounded in the understanding that they are safeguarding the cultural heritage of their ancestors. – Directorate of Internalization of Value and Cultural Diplomacy UNESCO, 2015

“Tari Tradisi Bali membangun identitas budaya yang kuat dan mengakar pada keteguhan mereka (masyarakat Bali) dalam melestarikan warisan budaya para leluhurnya.” – Direktorat Pembadanan Nilai dan Diplomasi Kebudayaan UNESCO, 2015 

Baca tentang penetapan sejumlah warisan budaya dunia tak benda, termasuk tari Bali di situs web UNESCO dengan tautan sebagai berikut: Three genres of traditional dance in Bali


Laporan: Proses Pengusulan Sembilan Tari Tradisi Bali Sebagai Warisan Budaya Dunia Tak Benda UNESCO

Mula pertama ijinkanlah saya menghaturkan doa dan puji syukur kehadapan Ida Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa, bahwa atas asung kertawaranugrahaNya, kita dapat berkumpul di gedung Ksirarnawa ini untuk bersama-sama menyaksikan Upacara Syukuran atas ditetapkannya Sembilan Tari Tradisi Bali sebagai Warisan Budaya Dunia Tak Benda (Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity) oleh UNESCO di Namibia-Afrika Selatan tanggal 2 Desember 2015.

Ke-9 Tari Tradisi Bali ini mewakili seluruh tarian Bali yang dimiliki oleh masyarakat Bali, baik yang tinggal di Pulau Bali maupun yang tinggal di luar Bali. Saat ini banyak orang Bali yang tinggal di seluruh Kepulauan Indonesia (Nusantara), bahkan banyak yang tinggal di luar negeri. Tari Tradisi Bali ditampilkan oleh orang-orang Bali, orang-orang Indonesia lainnya, bahkan orang-orang luar negeri.

Mewakili para nara sumber yang berperanserta dalam menyusun proposal yang diusulkan ke UNESCO, ijinkanlah saya menyampaikan laporan sebagai berikut.

Pengusulan Sembilan Tari Tradisi Bali untuk memperoleh inskripsi dari UNESCO dilakukan oleh Menko Kesra Republik Indonesia, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Gubernur Provinsi Bali, Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar bersama para seniman tari, karawitan, dan pedalangan se-Bali. Inisiatif pertama untuk pengusulan itu dilakukan oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata pada tahun 2010, kemudian tugas-tugas selanjutnya dilimpahkan kepada Direktur Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan R.I.

Tim Peneliti yang telah dibentuk oleh Pemerintah Pusat sejak tahun 2009/2010 (dipimpin oleh Drs. Harry Waluyo, dan dibantu oleh Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bali, NTT, dan NTT) meneruskan pengisian Formulir (Borang) yang telah disiapkan oleh UNESCO dan di dalam Borang itu terdapat 17 butir pertanyaan yang terkait dengan pengusulan penetapan tersebut. Butir-butir Pencatatan Warisan Budaya Tak Benda itu berintikan antara lain Nama Tari Tradisi Bali, Identitas Tari Tradisi Bali, Seajarah Singkat Tari Tradisi Bali, Nama Komunitas/Organisasi Tari Tradisi Bali, Upaya Pelestarian Tari Tradisi Bali, dan lain-lainnya.

Tari-tari Tradisi Bali adalah tarian yang melanjutkan tradisi yang sudah lama berkembang di Bali, sejak jaman prasejarah sampai sekarang. Ciri Tari Tradisi Bali adalah bahwa gerak tari, iringan musik (gamelan), iringan vokal (tembang), dan lakon (ceritera) tari tersebut berasal dari tradisi dan adat istiadat Bali. Busana Tari Tradisi Bali sangat indah terbuat dari kain berwarna-warni terhias dengan berbagai motif pakai perada emas dan manik-manik. Gaya Tari Tradisi Bali didasarkan atas agem (cara pokok berdiri dengan lutut mengarah ke luar), tandang (berbagai jenis cara berjalan), tangkis (angsel, perubahan dinamika dan gerak transisi), dan tangkep (seledet, berbagai ekspresi muka). Tarian kolaborasi dan tarian dengan busana dan iringan musik gaya asing yang menggunakan unsur dari tari tradisi Bali adalah di luar ruang lingkup nominasi Tari Tradisi Bali ini.

Tari Tradisi Bali dapat berfungsi sebagai sarana upacara, iringan upacara keagamaan, atau sebagai tontonan atau hiburan. Berdasarkan fungsi ritual dan sosialnya, dalam Keputusan Seni Sakral dan Profan dalam Bidang Tari tanggal 21-23 Maret 1971 di Denpasar, seni pertunjukan Bali, termasuk Tari Tradisi Bali dapat dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok sesuai tempat lahir (dipergelarkannya) dan fungsi tarian tersebut.

  1. Tari jenis Wali lahir dan ditarikan di bagian dalam pura (jeroan pura, utama mandala), menjadi bagian upacara atau iringan upacara agama. Beberapa contoh Tari Wali adalah Tari Rejang, Tari Sanghyang, Tari Pendet Upacara, dan Tari Baris Upacara. Tarian Wali dapat disebut sebagai tarian sakral.
  2. Tari jenis Bebali lahir dan ditarikan di bagian tengah pura (jaba tengah, madya mandala) dan menjadi iringan upacara di pura. Tari Bebali mempunyai lakon dan dapat disebut tari semi sakral atau seremonial. Beberapa contoh Tari Bebali adalah Tari Topeng Sidhakarya, Drama Tari Gambuh dan Drama Tari Wayang Wong.
  3. Tari jenis Balih-balihan lahir dan ditarikan di bagian luar pura (di jaba sisi, nista mandala), atau di tempat lain, berfungsi sosial dan sebagai hiburan. Beberapa contoh Tari Balih-balihan adalah Tari Legong Keraton, Tari Kebyar, Tari Joged Bumbung, Tari Janger, Drama Tari Calonarang, Opera Arja, Tari Barong Ket Kuntisraya dan Tari Kecak.

Jumlah Tari Tradisi Bali dan variasinya sangat banyak. Klasifikasi 3 (kelompok) tari tersebut di atas, secara fungsional (makna) mutlak adanya, namun penampilan bentuknya mengikuti adagium desa, kala, dan patra. Tempat pergelaran yang disebut utama mandala juga terdapat di luar pura, asal tempat itu disukat (disucikan) oleh pendeta atau pemangku yang berwenang. Tari Tradisi Bali juga diklasifikasi sebagai tari peran putra gagah atau manis, tari peran putri gagah atau manis, dan tari peran campuran (trafesti). Untuk keperluan nominasi ini dari 20 genre Tari Tradisi Bali yang diketahui, dan berdasarkan pada persebaran jenis Tari Tradisi Bali itu, dipilih 9 tarian untuk diteliti dan didokumentasi sebagai berikut.

Jenis Tari Wali (Asal Abad ke-8 sampai Abad ke-14):

  1. Tari Rejang (Kabupaten Klungkung). Tarian suci yang dipentaskan di pura dalam upacara keagamaan. Penarinya gadis-gadis remaja berbusana pakaian upacara adat, kepalanya dihias bunga-bunga. Gerakan tarinya sangat sederhana, penuh penghayatan, dalam formasi berbaris dan melingkar.
  2. Tari Sanghyang Dedari (Kabupaten Karangasem). Tari trance (kesurupan) yang dianggap suci, dipengaruhi kebudayaan pra-Hindu, dipentaskan atas prakarsa komunitas desa untuk menolak bala atau wabah penyakit. Ditarikan oleh dua orang gadis yang belum puber, dipilih dan dilatih khusus di dalam pura. Diiringi suara koor laki-laki dan wanita, berisi doa-doa demi keselamatan desa.
  3. Tari Baris Upacara (Kabupaten Bangli). Tari keagamaan juga sebagai semangat kepahlawanan. Dipertunjukkan oleh penari laki-laki, 4 sampai 64 orang. Fungsi ritual Tari Baris Upacara menunjukkan kematangan seseorang yang dipertunjukkan melalui kecakapannya menggunakan senjata.

Jenis Tari Bebali (Asal Abad ke-14-Abad ke-19):

  1. Tari Topeng Sidhakarya atau Topeng Pajegan (Kabupaten Tabanan). Tarian yang dipentaskan untuk mengusir bhuta/kala yang mengganggu ketertiban dan mengalangi upacara yadnya. Pementasan tari ini menandai suatu upacara sudah selesai secara sempurna. Penari memakai topeng “danawa” (setengah) raksasa bertaring atas.
  2. Drama Tari Gambuh (Kabupaten Gianyar). Dahulu, Gambuh merupakan teater istana dan juga hiburan bagi warga dan tamu kerajaan. Kini Gambuh memiliki makna keramat dan menjadi bagian upacara odalan. Gambuh yang lengkap melibatkan 25-40 orang penari dengan iringan orkes kecil, seruling panjang, gong dan kendang.
  3. Drama Tari Wayang Wong (Kabupaten Buleleng). Wayang Wong adalah perpaduan tari, drama, dan musik. Para penari memakai topeng (tapel). Ceritera diambil dari epos Ramayana.

Jenis Tari Balih-Balihan (Asal Abad ke-19-sampai sekarang):

  1. Tari Legong Keraton (Kota Denpasar). Tari yang sangat indah diduga pengembangan dari Tari Sang Hyang Dedari dengan gerak berdasarkan salah satu tarian dalam Gambuh. Penari Legong Keraton berjumlah 2 atau 3 orang gadis atau wanita seorang diantaranya berperan sebagai Condong yang akan menyerahkan kipas kepada kedua penari berikutnya.
  2. Tari Joged Bumbung (Kabupaten Jembrana). Tari pergaulan (social dance) yang sangat populer, biasanya dipentaskan pada musim panen atau hari penting lainnya. Merupakan tarian berpasangan laki perempuan yang kadang-kadang berpegangan. Diiringi gamelan grantang berlaras slendro sebagian besar instrumen terbuat dari bambu.
  3. Tari Barong “Ket Kuntisraya” (Kabupaten Badung). Tarian yang menggambarkan pertarungan antara Barong, binatang mitologi menyerupai beruang atau singa sebagai simbol pelindung melawan Rangda atau raksasa perempuan sebagai simbol nenek sihir yang menyebarkan kejahatan seperti wabah penyakit.

Catatan:

  1. Tari Tradisi Bali tidak bertentangan dengan instrumen Hak Asasi Manusia (HAM). Menarikan Tari Tradisi Bali membangun rasa saling menghormati dan kerjasama antara para penarinya serta komunitas kelompok dan perseorangan terkait dengan Tari Tradisi Bali. Tari Tradisi Bali selaras dengan pembangunan berkelanjutan, terutama dengan pembangunan bidang seni budaya tradisional. Tari Tradisi Bali, terutama tari jenis Balih-balihan, telah dikemas sebagai tontonan untuk wisatawan, dengan diusahakan tetap mempertahankan nilai tradisi dan taksu (karisma, tenaga khusus/spritualnya), sementara Tari Tradisi Bali dalam rangka upacara tetap dilakukan secara teratur di pura-pura di seluruh Bali, sebagaimana diatur dalam kalender tradisi Bali.
  2. Banyak wisatawan nusantara maupun mancanegara berkunjung ke Bali sepanjang tahun. Banyak diantara mereka tertarik untuk melihat seni budaya Bali yang khas, termasuk Tari Tradisi Bali. Pertunjukan Tari Tradisi Bali sudah dikemas untuk pertunjukan wisatawan, dengan tetap pertahankan nilai budayanya termasuk taksu-nya. Sementara Tari Tradisi Bali dalam konteks upacara keagamaan masih berlangsung terus, karena merupakan kewajiban adat dan agama. Kalau Tari Tradisi Bali diinskripsi oleh UNESCO, maka semua wisatawan dari dalam maupun luar negeri yang menyaksikan Tari Tradisi Bali akan mengetahui tentang inskripsi tersebut, sehingga mereka akan mengetahui dan menjadi sadar akan program UNESCO untuk melestarikan warisan budaya tak benda di seluruh dunia melalui Konvensi 2003. Sebanyak 92% (203/220) responden berpendapat bahwa seandainya Tari Tradisi Bali diinskripsikan oleh UNESCO itu akan membuat masyarakat Bali, Indonesia dan dunia semakin sadar akan pentingnya pelestarian warisan budaya tak benda. Selanjutnya sebanyak 89% (195/220) responden berpendapat bahwa inskripsi Tari Tradisi oleh UNESCO akan memajukan dialog budaya dan hubungan antar budaya.
  3. Walaupun demikian, 61% responden (134/220) mengatakan bahwa ada kendala terhadap pelestarian Tari Tradisi Bali. Kendala yang disebut narasumber antara lain pengaruh globalisasi, pengaruh budaya Barat, hiburan elektronik, TV, kekurangan dokumentasi Tari Tradisi Bali, kekurangan sarana dan prasaran, dll. Ada beberapa Tari Tradisi Bali yang gurunya tinggal sedikit, sehingga upaya pelestarian diperlukan. Karena itu, 98% (215/220) responden berpendapat bahwa Tari Tradisi Bali memerlukan bantuan untuk dilestarikan. Inskripsi Tari Tradisi Bali pada Daftar Representatif dapat memacu upaya semua pemangku kepentingan untuk melestarikan Tari Tradisi Bali agar visibilitasnya tetap terjaga.
  4. Setelah Tari Tradisi Bali diinskripsi oleh UNESCO, kini menjadi tanggungjawab masyarakat, Pemerintah Pusat (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan), Pemerintah Provinsi Bali, Pemerintah Kabupaten/Kota se-Bali untuk menyiapkan sarana dan prasarana demi pelestarian dan pengembangan Tari Tradisi Bali. Sejauh ini memang peran masyarakat cukup menonjol untuk memelihara Tari Tradisi Bali yang bersifat Wali, peran Pemerintah Provinsi Bali, Pemerintah Kabupaten/Kota untuk membina Tari Tradisi Bali yang bersifat Bebali dan Balih-balihan untuk penampilan dalam PKB, Bali Mandara Mahalago, dan event-event pariwisata lainnya.
  5. Dipandang dari segi pendidikan, kini banyak Sanggar Seni di Bali yang memberi pelatihan mengenai jenis-jenis tari yang bersifat Balih-balihan, sedangkan pelatihan Tari Tradisi Bali jenis Wali dan Bebali pelatihannya berlangsung di masyarakat secara turun menurun. Konservatori Karawitan Indonesia (SMK-Seni, 1960) dan ASTI/STSI/ISI Denpasar sejak didirikan pada tahun 1967 telah menjadikan Tari Tradisi Bali sebagai kurikulum intinya.
  6. Seperti disebut di atas, bahwa inisiatif pengusulan Tari Tradisi Bali untuk memperoleh pengakuan sebagai Warisan Budaya Dunia Tak Benda UNESCO dimulai oleh Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia tahun 2010 dan akhirnya kerjasama antara Pemerintah Provinsi Bali dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia baru bisa mengusulkan Tari Tradisi Bali menjadi Representative List of The Intangible Cultural Heritage of Humanity tanggal 28 Maret 2015. Usul itu ditandatangani oleh Direktur Jenderal Kebudayaan, Depdikbud R.I., Bapak Kacung Marijan. Usulan ke UNESCO disertai dengan film/video sepanjang kurang lebih 50 menit mengenai 9 Tari Tradisi Bali sebagai representasi seluruh Tari Tradisi Bali. Pada bulan Oktober 2015, Pemerintah Pusat juga telah menetapkan ke 9 Tari Tradisi Bali sebagai Warisan Budaya Dunia Tak Benda secara nasional.
  7. Kini, 9 Tari Tradisi Bali telah ditetapkan sebagai WBD-TB oleh UNESCO dan penetapannya bertepatan dengan Hari Raya Pagerwesi, (hari sakral yang membentengi masyarakat Bali agar terhindar dari pengaruh negatif globalisasi), tanggal 2 Desember 2015, untuk itu kami mohon agar hari ini dijadikan Hari Perisai Kebudayaan Bali.

Denpasar, 30 Desember 2015

Pembaca Laporan:
Prof. Dr. I Made Bandem, M.A.

Narasumber:
Drs. Dewa Putu Beratha, M.Si.
Prof. Dr. I Made Bandem, M.A.
Prof. Dr. I Wayan Dibia, SST., M.A.
Dr. I Gde Arya Sugiartha, M.Hum.
Dr. I Nyoman Astita, M.A.


Berikut adalah ringkasan keputusan Intergovernmental Committee For The Safeguarding Of The Intangible Cultural Heritage pada sesi ke-10 yang berlangsung di Windhoek, Namibia dari tanggal 30 November s/d 4 December 2015 terkait penetapan 9 Tari Bali sebagai Warisan Budaya Dunia Tak Benda UNESCO. Penetapan 9 Tari Bali termuat pada halaman 41 dan 42, di artikel DECISION 10.COM 10.b.18.

Untuk file (dalam format PDF) selengkapnya terkait keputusan Intergovernmental Committee For The Safeguarding Of The Intangible Cultural Heritage bisa diunduh disini.


Berikut daftar putar (playlist) perayaan dan pementasan 9 Tari Bali Warisan Budaya Dunia Tak Benda UNESCO yang dilangsungkan oleh Dinas Kebudayaan Provinsi Bali di Gedung Ksiarnawa, Taman Budaya (Art Center) Provinsi Bali pada Rabu, 30 Desember 2015.

Sebelum pementasan berlangsung, Prof. Dr. I Made Bandem, M.A. didaulat memberikan laporan dan pemaknaan terhadap esensi di balik tari tradisi Bali yang bisa disaksikan dalam video berikut:


Keterangan gambar header (diakses 16 November 2016): Baris © 2010 by Centre for Research and Development of Culture

Please share:
admin Written by:

Marlowe adalah penggiat kreatif yang telah terlibat dalam berbagai perhelatan seni dan budaya lokal maupun nasional. Ia adalah inisiator kampanye publik penandaan dan pelaporan konten joged tak pantas pada kanal-kanal YouTube, sebuah upaya pemajuan kebudayaan yang melibatkan partisipasi publik luas.

Be First to Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *